Oleh: patrickseko | Maret 4, 2009

Spesialis Naik Bemo dan Kos Kamar

Oleh Dion DB Putra

GARA-gara urusan senyum dan sapa, John Robert Powers, Lembaga Pendidikan tentang Pengembangan Pribadi ikut disebut di ruang redaksi Pos Kupang, tempat Kopdar FAN berlangsung 21 Februari 2009. Ada apa gerangan? Diskusi tentang rumah sakit kok bawa-bawa nama John Robert Powers yang akrab dengan dunia modeling. Apakah rumah sakit rujukan satu-satunya di NTT mau dibawa ke sana?

Tentu tidak! Lembaga pengembangan kepribadian itu sempat disebut peserta diskusi ketika alur percakapan mulai menyentuh pelayanan terhadap pasien. Direktur RSUD Prof.Dr. WZ Johannes Kupang, dr. Alphonsius Anapaku, Sp.OG tidak mengingkari bahwa senyum yang ramah, sapaan yang santun dan meneguhkan si sakit belum sepenuhnya membumi di RSUD Kupang. “Nilai dasar yang melandasi pelayanan RSU Kupang adalah santun, integritas, kebersamaan, akuntabel dan profesional. Tapi kami akui nilai dasar pelayanan itu belum terwujud karena indeks kepuasan pelanggan masih jauh dari target Depkes,” kata Alphons.

Pesannya jelas. Ada masalah pelik. Hyron Fernandez dari Forum Academia NTT (FAN) merumuskan masalah yang dihadapi RSUD Kupang sebagai berikut. Padat modal, padat karya, padat teknologi, padat manusia (SDM), dan padat masalah.

Modal bagi RSUD Kupang memadai. Setiap tahun anggaran, lembaga itu memperoleh alokasi dana kesehatan dari APBD NTT berkisar antara 74-76 persen. Menurut Dokter Alphons Anapaku, fasilitas pelayanan rumah sakit tipe B itu tidak buruk. Di sana ada Instalasi Rawat Inap, Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi ICU, ICCU, HCU, NICU dan Hemodialisa, Instalasi Farmasi, Patologi Anatomi, Radiologi, Gizi dan Instalasi Pemulasaran Jenasah. “Beberapa alat canggih pun segera dioperasikan seperti CT-Scan, Mamografi dan Endoskopi,” kata Alphons.

Dari sisi sumber daya manusia (SDM), jumlah mitra kerja direktur cukup mencengangkan. Latar belakang pendidikan mereka mulai dari tingkat SD hingga S3. Dalam diskusi 21 Februari lalu, Dokter Alphons Anapaku menyebut angka 1.050 orang yang berkarya di RSU Kupang. Rumah sakit itu “berkekuatan” 95 tenaga dokter yang terdiri dari Dokter Spesialis 36 orang, Dokter S2 Kesehatan Masyarakat 5 orang, Dokter Umum 49 orang dan 5 orang Dokter Gigi. Para dokter itu didukung ratusan tenaga perempuan dan laki-laki dengan keahlian masing-masing sesuai kebutuhan manajemen rumah sakit tipe B.

Mengelola “ribuan kepala” tentu bukan perkara gampang. Maka tepatlah pernyataan Dokter Hyron Fernandez, padat manusia, padat masalah. Menurut Dokter Alphons, rumah sakit itu masih butuh dokter spesialis karena jumlahnya belum memadai pada spesialisasi tertentu, misalnya anestesi.

Sampai di sini ada kisah menarik. Ternyata ada dokter spesialis yang naik bemo (sapaan untuk mobil angkutan kota di Kupang, Red) dan tinggal di kamar kos. Bayangkan mobilitas dokter spesialis melayani pasien kalau mengandalkan bemo? Sebagai spesialis mereka berhak mendapatkan kendaraan operasional dari pemerintah daerah. Tidak perlu mewah. Yang utama nyaman dan aman.

Manajemen RSUD Kupang pernah meminta dana untuk kendaraan operasional kepada DPRD NTT. Dalam rapat anggaran, permintaan itu ditolak para wakil rakyat yang terhormat. Ada anggota DPRD berkata demikian, “Kami anggota Dewan saja naik bemo kok.”

Oh…..alasan apa ini? Kepentingan dokter dan Dewan berbeda bung! Dokter butuh kendaraan operasional guna memudahkan pelayanan. Lima menit itu penting bagi orang sakit. Kalau anggota DPRD yang segar bugar terlambat lima menit bahkan berkali-kali mangkir dari sidang Dewan tidak berakibat sampai dengan kematian. Terlambat lima menit bagi yang sekarat bisa fatal.

Masuk akal kalau banyak kabar tentang dokter spesialis hengkang dari beranda Flobamora. Mengertilah kita kalau hampir seluruh kabupaten/kota di NTT berteriak ketiadaan dokter ahli. Salah siapa? Muncul pertanyaan kecil, seberapa besar batas kewenangan seorang direktur rumah sakit milik pemerintah daerah. Di era otonomi daerah, mereka malah kelihatan tak berdaya. Siapa sesungguhnya yang kuat kuasa di belakang layar?

Anggota FAN, Silvester Ndaparoka membagi pengalamannya. Dia pernah tinggal bersebelahan kamar kos dengan dokter spesialis bedah yang bertugas di RSUD Kupang. Dokter itu tidak diberi kendaraan yang menjadi haknya. “Bagaimana mau bertahan kalau hak-hak mereka tidak diperhatikan?” kata salah seorang peserta diskusi. Dokter Alphons Anapaku, dr. Yudith M Kota dan drg. Maria K Setyawati mengangguk-anggukkan kepala. Tanda setuju.

Sebenarnya masih ada perkara lain berkenaan dengan komitmen pelayanan dokter spesialis di RSUD Kupang. Namun, dalam diskusi FAN 21 Februari 2009, berkali-kali terdengar pernyataan off the record. Dan, itu mutlak dipatuhi pers. Belum waktunya diungkap untuk publik. Mungkin pada kesempatan lain.

Cukup menarik pernyataan Ketua YLKI NTT, Mus Malessy. “Dokter kan manusia, bukan Superman yang tidak pernah lelah. Undang-undang membolehkan dokter dapat membuka praktik maksimum tiga tempat, tapi apakah mereka dapat mengukur kemampuan dirinya?” kata Malessy.

Dalam diskusi yang sangat terbuka itu, Alphons Anapaku juga menyinggung kasus Yakobus Anunut yang menggendong jenazah putrinya, Limsa Setiana Katarina Anunut (2,5 tahun) dari RSU menuju rumahnya di Kelurahan Oesapa Selatan, Kamis dinihari, 12 Februari 2009. Anunut memilih jalan kaki karena tak punya uang Rp 300 ribu untuk menyewa mobil ambulans rumah sakit.

Menurut Dokter Alphons, yang menawarkan jasa mobil ambulans seharga Rp 300 ribu kepada Yakobus Anunut bukan karyawan IPJ RSUD Kupang, melainkan calo. “Ada calo di RSU. Dia menawari ongkos ambulans Rp 300 ribu dan ongkos taksi Rp 400 ribu. Kasus percaloan seperti ini sudah beberapa kali terjadi. Mereka memanfaatkan keadaan. Untuk pasien dari keluarga miskin seperti Yakobus, tidak ada biaya mengantar jenazah sampai ke rumah. Mungkin dibilang kami bela diri, tapi kenyataan memang seperti itu,” tegas Dokter Alphons.

Kawasan rumah sakit mestinya area paling netral. Nyaman dan aman. Ternyata jebol sisi keamanannya. Calo berkeliaran. Mereka memangsa sesama yang letih, panik dan cemas. Memangsa saudara sendiri yang berlinang air mata. Keterlaluan! Rumah sakit pemerintah tak sekadar poor quality for poor people. Siapa yang masih menganggap ini bukan prahara? *

Oleh: patrickseko | Maret 2, 2009

Kata

…Kata-kata dibalas dengan kata-kata…

AKHIR bulan Juli 2007, isu panas menembus dinding Istana Merdeka. Isu itu digulirkan mantan Wakil Ketua DPR RI, Zaenal Maarif. Dalam jumpa pers di Gedung DPR RI, Senayan-Jakarta hari Kamis 26 Juli 2007, Zaenal yang baru saja di-recall dari keanggotaan DPR berbicara penuh semangat di hadapan para wartawan.

“Saya akan menyampaikan data-data bahwa SBY pun pernah menikah sebelum masuk Akmil (Akademi Militer). Karena itu, copot gelar dan jabatannya. Saya akan melaporkan data itu kepada DPD, DPR, MK, dan MPR. Dan, MPR akan menggelar sidang,” katanya. Seperti dirilis detikcom saat itu, Zaenal bicara dengan nada berapi-api. Zaenal menambahkan, SBY bahkan memiliki anak dengan perempuan yang dinikahinya sebelum masuk Akmil. Dia tahu nama dan alamat perempuan itu.

Wartawan mana yang tidak tertarik dengan informasi semacam ini? Informasi tersebut mengandung unsur penting sekaligus menarik. Sumber berita bukan orang biasa. Dalam sekejap informasi itu menyebar luas. Menjadi berita utama media massa cetak dan elektronik di tanah air. Sejumlah media yang berbasis di Jakarta menggali lebih jauh keterangan dari beberapa sumber yang secara politis agaknya tidak sejalan dengan SBY guna menambahöbumbuö berita tentang orang paling berkuasa di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden SBY diserang dengan garang. Sungguh membuat merah kuping dan hati panas.

Zaenal Maarif memang bukan orang pertama yang mengungkap isu tentang SBY menikah sebelum masuk Akmil tahun 1971. Sebelum pemilihan presiden tahun 2004, isu tersebut dilempar Jenderal (Purn) Hartono. Namun, bobotnya berbeda. Hartono meniupkan isu pada masa kampanye pemilihan umum sehingga dianggap cuma trik untuk meruntuhkan citra SBY. Buktinya SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla terpilih sebagai presiden dan wakil presiden tahun 2004. Ketika Zaenal Maarif bernyanyi lagi tentang lagu yang sama tahun 2007, situasinya sudah berbeda. Apabila terbukti benar, SBY bisa lengser dari jabatan sebagai Presiden RI.

Poin yang mau beta sampaikan adalah sikap Presiden SBY menanggapi tudingan yang dapat menghancurkan bahtera rumah tangga, membunuh karakter bahkan jabatannya. Presiden SBY tidak mengadukan pemimpin redaksi atau penanggung jawab media massa yang memberitakan isu tersebut kepada aparat penegak hukum. Padahal berita sejumlah media sudah melewati batas kewajaran. Presiden SBY memilih cara elegan sesuai amanat Pasal 5 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers yaitu menggunakan hak jawab. SBY mengirim tanggapan tertulis kepada media massa yang memberitakan informasi dari Zaenal Maarif. Menurut UU Pers, yang dimaksudkan dengan hak jawab adalah Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Coba tuan dan puan bayangkan kejadian ini menimpa presiden pada masa Orde Baru? Media massa bakal dibredel dan pemimpin redaksi atau penanggung jawabnya dipastikan masuk penjara. Sikap Presiden SBY juga berbeda dengan presiden lain yang memimpin selama era reformasi.

SBY mengambil langkah hukum bukan terhadap jurnalis tetapi kepada sumber berita yaitu Zaenal Maarif. Proses hukum kemudian terbukti, isu yang ditiupkan Zaenal tidak benar dan posisi SBY sebagai presiden bertahan sampai hari ini.

Presiden SBY membuktikan komitmennya tidak mengganggu kemerdekaan pers di Indonesia. Prinsip yang dianut presiden adalah kesalahan jurnalistik diselesaikan dengan mekanisme jurnalistik. Kata-kata dibalas dengan kata-kata. Bukan kuasa atau otot.

Untuk komitmennya itu, panitia Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2009 menganugerahkan Medali Emas Kemerdekaan Pers kepada SBY untuk kategori individu. Untuk kategori institusi, panitia HPN 2009 yang terdiri dari delapan komponen masyarakat pers nasional menyerahkan medali emas kepada lembaga Tentara Nasional Indonesia (TNI).

SBY dan TNI dinilai mendukung kemerdekaan pers dengan menggunakan mekanisme hak jawab saat berperkara dengan pers.

Susilo Bambang Yudhoyono tercatat sebagai individu yang sejak 2005 hingga 2008 paling banyak menggunakan hak jawab menanggapi kasus pemberitaan tentang dirinya di media massa. Demikian pula dengan lembaga TNI. Penghargaan medali emas kepada Presiden SBY diserahkan tokoh pers, Jakob Oetama pada puncak peringatan HPN 2009 di Tenis Indoor, Senayan-Jakarta 9 Februari 2009.

Sedangkan penghargaan kepada TNI yang diterima Panglima TNI, Jenderal TNI Djoko Santoso diserahkan Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ichlasul Amal. “Saya sungguh ingin menjadi bagian dari kuatnya kemerdekaan pers, dan saya hanya salah satu dari pelaku di negeri ini,” tutur SBY ketika itu.

Panitia HPN 2009 tingkat pusat melibatkan para pemangku kepentingan pers, antara lain PWI, Dewan Pers, Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), Serikat Grafika Pers (SGP), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Persatuan Radio Swasta Nasional Indonesia (PRSNI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia.

Penghargaan Medali Emas Kemerdekaan Pers merupakan tradisi baru. Baru pertama dalam sejarah pers nasional. Menurut Ketua Umum PWI Pusat, Margiono, tradisi itu akan dipertahankan dengan terus menyempurnakan mekanisme penilaian terhadap individu maupun institusi di masa datang.

Tentu saja tradisi yang baik ini akan menular ke seluruh pelosok Nusantara, termasuk beranda rumah Flobamora. Mungkin tak lama lagi. Kata harus dibalas dengan kata. Bukankah kata-kata jauh lebih tajam daripada pedang? Kalau lebih tajam mengapa masih senang memakai otot? Mengapa masih doyan menggunakan teror? Kemerdekaan pers bukan bagi insan pers sendiri. Kemerdekaan pers adalah kebutuhan seluruh rakyat di negara demokrasi. Kata dibalas dengan kata..! (dionbata@poskupang.co.id)

Oleh: patrickseko | Februari 25, 2009

4 Hal yang Membahayakan Pernikahan

DON’T sweat the small stuff. Ada pepatah yang mengatakan untuk jangan terlalu memikirkan hal-hal kecil. Mungkin benar dalam beberapa hal, namun hal-hal kecil yang kita lakukan sehari-hari bisa jadi pemicu retaknya rumah tangga Anda. Sedikit instropeksi diri sekali-sekali pun diperlukan untuk me-refresh hubungan Anda dengan pasangan. Yuk, kita lihat apa yang bisa kita perbaiki dari diri kita.

· Keran bocor. Sesekali berkeluh kesah kepada sahabat atau orang terdekat memang perlu. Namun, usahakan menahan diri untuk tidak terlalu banyak menceritakan keburukan pasangan kepada pihak lain. Bayangkan jika Anda sedang duduk bersama mertua, lalu tiba-tiba muncul pertanyaan-pertanyaan antara Anda dan pasangan yang isinya problem pribadi. Wah, rasanya tak keruan kan? Nah, supaya hubungan Anda dan suami bebas gunjingan, Anda bisa mengajak pasangan untuk berdiskusi dan berjanji tak lagi menceritakan hal-hal pribadi kepada pihak lain. Pastikan Anda mengajaknya bicara dalam keadaan tenang dan santai supaya tak menimbulkan rasa sakit hati. Di lain pihak, Anda harus bisa menahan diri untuk tidak menceritakan hal-hal yang bisa menjelekkan suami di hadapan orang lain. Sebaliknya, usahakan untuk berkata yang baik-baik tentang pasangan kepada orang lain.

· Sindrom “malangnya diriku”. Memendam perasaan sama buruknya dengan menjelekkan pasangan kepada orang lain. Jika ada hal-hal yang membuat Anda tak merasa senang dengan sikap pasangan, sebaiknya utarakan dengan sikap tenang dan menghormati. Coba sisihkan waktu dengan pasangan untuk bermanja-manja dan saling mengutarakan isi hati. Namun, usahakan untuk memberikan solusi atas permasalahannya. Begitu juga, jika suami “akhirnya” mau meletakkan baju kotor di keranjang baju kotor setelah berbulan-bulan Anda memintanya, jangan lupa untuk memujinya. Cara ini tak hanya membuat suasana lebih menyenangkan, tapi juga efektif.

· Bertengkar karena hal-hal sepele. Biasanya hal ini terjadi karena masalah barang-barang milik pasangan yang berserakan atau menumpuk tak keruan. Pertengkaran karena barang-barang pasangan bisa menjadi semacam penanda ada hal-hal yang tak Anda sukai dari pasangan. Menurut Michele Weiner-Davis, psikoterapis dan penulis buku The Sex-Starved Marriage, akan ada hal-hal yang Anda cintai dan tidak sukai dari pasangan. Itu adalah bagian dari sebuah pernikahan. Ketika Anda mengambil sumpah untuk menikah dengan seseorang, maka semua bagian dari dirinya, baik yang Anda sukai maupun tidak, sudah menjadi bagian dari paketnya. Yang bisa Anda lakukan adalah mencari solusinya, misalnya adakan garage sale untuk menjual barang-barang yang sudah tak dipakai. Jangan hanya pasangan saja yang harus berkorban; jual saja barang-barang Anda yang tak disukai pasangan dan memang sudah tak berguna untuk Anda. Anda dan pasangan jadi bisa menabung untuk membeli sesuatu yang sudah kalian inginkan, TV flatscreen, misalnya.

· Terlalu jauh. Anda berdua sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan, anak-anak, dan kepentingan sendiri-sendiri, tanpa sadar waktu untuk berbicara pun tak ada. Bahkan saat di tempat tidur. Ketika pasangan mulai mengurangi waktu berkualitas, ini bisa membuat hubungan terasa santai. Namun bisa juga sebaliknya, pasangan berasumsi bahwa Anda tak membutuhkannya lagi. Manusia merespons ketidakterikatan dengan menarik diri masing-masing. Segalanya bisa menjadi lebih parah. Namun, manusia juga merespons dari kebaikan orang lain. Maka, yang bisa Anda lakukan adalah mengambil inisiatif untuk meluangkan waktu. Sisihkan (bukan menyisakan) waktu yang biasanya Anda gunakan hanya untuk menonton TV dengan kegiatan lain yang Anda sukai bersama pasangan. Misalnya, bangun lebih pagi di hari libur untuk jalan pagi bersama. Jika sudah terlalu besar jarak antara Anda dan pasangan, berusahalah lebih keras untuk bisa lebih dekat. Para peneliti setuju agar pasangan seperti ini membuat jadwal rutin untuk berhubungan intim dan untuk bicara. Intimasi dari berhubungan badan memang bisa membuat hubungan pasangan lebih erat. **

Oleh: patrickseko | Februari 25, 2009

Kampanye Jagung dan Koperasi

Kawal dan Evaluasi

Oleh Sipri Seko


KEPALA
Biro Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Kupang, Lorensius Molan, tampak gelisah ketika perahu motor ‘Tri Sakti’ yang ditumpanginya diombang-ambing gelombang di perairan Tanjung Gemuk, Larantuka-Flores Timur, Jumat (6/2/2009). Molan bukan gelisah hanya karena di perahu motor tersebut ada Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Wakil Bupati (Wabup) Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, S.Sos, beberapa kepala dinas dan pejabat lingkup Pemprop NTT ikut menumpang, melainkan karena gelombang setinggi enam meter lebih, air sudah masuk dalam perahu motor.

Dia heran karena Gubernur Lebu Raya, Wabup Lagadoni Herin dan juru mudi terlihat sangat tenang menghadapi kondisi cuaca yang sangat tidak bersahabat. Angin dan badai ternyata tidak hanya ada di lautan. Sepanjang perjalanan dari Larantuka menuju Maumere, ibukota Kabupaten Sikka, pohon-pohon bertumbangan di sejumlah titik akibat hujan dan angin kencang menghambat perjalanan.

Yang membuat dia salut terhadap Gubernur Lebu Raya dan Yoseph L Herin adalah tetap tenang. Lebu Raya malah tertawa ketika ditelepon seorang rekannya yang membaca running text di televisi bahwa mereka baru saja selamat dari amukan gelombang.

Bagi Lebu Raya, semua yang dihadapinya adalah ujian dalam menjalankan tugas. Sambutan, apresiasi dan respons positif dari masyarakat adalah obat mujarab untuk menghilangkan kelelahan. “Keadaan seperti ini harus dinikmati dan jangan dijadikan beban. Saya lihat ada anggota rombongan yang lelah malah ada yang mabuk perjalanan. Kamu yang masih muda- muda ini harus tetap semangat,” ujar Lebu Raya kepada wartawan di ruang VIP Bandara El Tari Kupang, Sabtu (7/2/2009).

***
Mengampanyekan NTT untuk menjadi Propinsi Jagung dan Propinsi Koperasi memang tidak mudah. Masyarakat di Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka yang dikunjunginya memang antusias dan sangat respons menerima program tersebut. Betulkah demikian? Apakah mereka sudah mengerti arti Propinsi Jagung atau Propinsi NTT? Ataukah mereka mengangguk-angguk untuk setuju karena yang berbicara adalah seorang gubernur?

“NTT sebagai Propinsi Jagung dan Propinsi Koperasi memang tidak mudah. Tapi kita memang butuh tantangan kalau ingin maju. Maju atau mundur, berhasil atau tidak tergantung dari kita. Kita harus bisa memilih, apa saya akan tetap hidup seperti ini ataukah harus lebih maju.”

Kata-kata ini terus diungkapkan Frans Lebu Raya saat bertatap muka dengan masyarakat di berbagai kesempatan. Sepanjang perjalan dari Lewoleba, Adonara, Larantuka hingga Maumere ada lebih dari sepuluh koperasi dan kebun jagung yang disinggahinya.

“Saya memang ingin langsung melihat kebun jagung dan koperasi masyarakat. Ini agar sejalan dengan program Anggur Merah atau anggaran menuju rakyat sejahtera yang kami canangkan. Ada yang bilang masyarakat tidak mengerti apa itu Anggur Merah. Bagi saya itu tidak penting. Masyarakat tidak perlu tahu apa itu Anggur Merah, tapi yang terpenting adalah semua aparatur pemerintah harus tahu apa itu Anggur Merah. Aparatur harus menyusun program dan anggaran yang memihak rakyat. Artinya, rakyat hanya menikmati Anggur Merah yang sudah diprogramkan dengan baik. Untuk itu, dalam setiap kunjungan saya selalu membawa kepala-kepala dinas dari propinsi agar mereka langsung melihat, mendengar dan mencatat apa yang diinginkan masyarakat,” kata Lebu Raya.

Sukses atau tidaknya program NTT Propinsi Jagung dan Koperasi harus menjadi tanggungjawab bersama. Ketika Lebu Raya dan wakilnya, Ir. Esthon L Foenay, M.Si, getol mengampanyekan program ini, dukungan positif harus terus diberikan. Harus total dan jangan setengah hati.

Ketika mengunjungi petani saat musim tanam seperti ini, kita pasti terkagum-kagum dengan tumbuh suburnya jagung mereka. Tapi bagaimana kalau mereka dikunjungi pada bulan Juni hingga November? Untuk itu, Ajak mereka untuk terus dan tak pernah berhenti menanam. Beritahu dan terus memotivasi petani bahwa saat ini jagung bukan lagi sekadar ditanam untuk makan dan sisanya disimpan di lumbung, tapi sudah menjadi bahan baku industri. Siapkan pasar dan harga yang layak sehingga mereka jangan lagi bertanya, “Hege hope?” (siapa yang beli kalau kami tanam banyak?).

Bagaimana dengan koperasi? Terbukti bahwa tanpa pemerintah, kopdit bentukan masyarakat ternyata berkembang sangat pesat. Artinya, koperasi sebenarnya sangat cocok untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat karena langsung menyentuh kebutuhan mereka. Untuk itu, program yang dicanangkan ini harus terus dikampanyekan agar minimal 30 persen masyarakat NTT menjadi anggota koperasi agar impian menjadi Propinsi Koperasi tercapai.

Kampanye jagung, kampanye koperasi harus terus dilakukan. Tapi tidak hanya sampai disitu. Pemantauan, pendampingan, motivasi dan evaluasi harus terus dilakukan. Kegagalan dan keberhasilan petani atau koperasi harus segera diketahui untuk dievaluasi. Artinya, bagaimanapun bagusnya program Anggur Merah yang salah satu implementasinya adalah Propinsi Jagung dan Koperasi tidak akan berhasil kalau hanya digembor- gemborkan saat kampanye. Tantangannya adalah, mampukah kita mengawalnya hingga sukses? (habis)

Oleh: patrickseko | Februari 19, 2009

Yakobus

IZINKAN beta menyapa saudaraku sesama warga kota “Kasih”, Yakobus Anunut dan saudariku Maria Seran. Untukmu berdua kuucapkan turut berduka cita sedalam-dalamnya atas kepergiaan ananda tercinta, Limsa Setiana Katarina Anunut. Beta sedih dan prihatin, sama seperti banyak orang yang telah berempati dengan cara mereka masing-masing.

Bung Kobus, perkenankan beta menyapamu seperti itu. Semoga bung tidak keberatan. Dukamu adalah dukaku juga. Duka sesama saudara kita yang teriris perih mendengarmu, melihatmu menggendong ananda Limsa dalam perjalanan pulang ke rumah di tengah renai hujan.

Hidup adalah tragedi. Hadapi itu, kata orang bijak bestari. Dan, Bung Kobus telah menghadapi itu dengan senyum. Dengan kepasrahan dan kasih demi Limsa. Luar biasa, beta sungguh bangga padamu. Terima kasih untuk pelajaran kasih seorang ayah. Beta mau belajar dari itu. Mau belajar tentang apa sesungguhnya makna KASIH yang sejak lama menjadi motto kota ini. Kota kita. Kupang, terbesar dan termegah di beranda Flobamora. Kupang, barometer dan pusat roda pemerintahan dan pembangunan. Pusat kekuasaan. Pusat pelayanan!

Kebanggaanku lebih penuh mengingat sikapmu menghadapi satu kata bernama pelayanan. Bung Kobus tidak menghujat atau menghakimi. Tidak menyalahkan siapa pun. Seandainya beta menjadi Bung Kobus, mungkin akan marah. Bung tidak melakukan itu meski Bung Kobus memiliki hak yang sama dengan beta serta saudara-saudari kita yang lain di sini.

Siapa jua yang mendengar bila bung marah? Bila bung menyebut Rp 30 miliar sebagai pendapatan rumah sakit rujukan di propinsi kita tahun 2008? Menyebut 75 persen dana kesehatan dari APBD kita tumpah di sana? Siapa yang peduli untuk struktur yang demikian rumit dan pelik ini? Siapa pula yang berani mengaku salah? Tiada gunanya menghujat. Toh akan sampai pada kata “tanggung jawab bersama”, melempar dan berkelit. Panas sehari lalu diam bersama waktu berlalu.

Bung Kobus, kukira bung menghayati hidup adalah perjuangan, maka terimalah itu. Perjuangan bung tiada tara. Dalam ketiadaan hartamu, ketiadaan tiga ratus ribu yang sama dengan tiga perempat upah bulananmu, bung tak patah semangat. Tuhan memberi kaki dan tangan. Bung menjejak bumi karang Kupang. Jalan!!

Oh…ananda Limsa Setiana, berbanggalah pada ayahmu. Kasihnya untukmu lebih dari yang ananda bayangkan. Dia dan ibumu Maria tak pernah menghendaki kepergiaanmu yang begitu lekas. Dalam keterbatasan materi, mereka telah berusaha agar engkau sehat seperti anak-anak yang lain. Hidup adalah keberuntungan. Keberuntungan itu kiranya belum menjadi milik orang tuamu. Namun, mereka memandang hidup terlalu berharga. Mereka tidak ingin merusakkan itu. Miskin memang menyakitkan, tetapi Bung Kobus tidak meratapinya dengan cengeng.

Bung Kobus, beta mulai kehilangan kata-kata untuk menyapamu lebih lanjut. Terlalu banyak yang hendak diungkap namun kata-kataku terbatas. Kata tak sanggup mengekspresikan seluruh pikiran dan perasaan. Sebelum pamit, beta mengutip untaian kata Ibu Teresa. Untaian kata Bunda Teresa tentang kasih sebelum kematiannya yang diratapi dunia 5 September 1997.

Mereka yang miskin secara materi bisa menjadi orang yang indah. Pada suatu petang kami pergi keluar dan memungut empat orang dari jalan. Dan, salah satu dari mereka ada dalam kondisi yang sangat buruk.

Saya memberitahu para suster : “Kalian merawat yang tiga; saya akan merawat orang itu yang kelihatan paling buruk.”

Maka saya melakukan untuk dia segala sesuatu yang dapat dilakukan, dengan kasih tentunya. Saya taruh dia di tempat tidur dan ia memegang tangan saya sementara ia hanya mengatakan satu kata : ” Terima kasih” lalu ia meninggal.

Saya tidak bisa tidak harus memeriksa hati nurani saya sendiri. Dan saya bertanya, ” Apa yang akan saya katakan, seandainya saya menjadi dia?” Jawaban saya sederhana sekali. Saya mungkin berusaha mencari sedikit perhatian untuk diriku sendiri.

Mungkin saya berkata, “Saya lapar, saya hampir mati, saya kedinginan, saya kesakitan, atau lainnya”. Tetapi ia memberi saya jauh lebih banyak ia memberi saya ucapan syukur atas dasar kasih. Dan ia mati dengan senyum di wajahnya.

Lalu ada seorang laki-laki yang kami pungut dari selokan, sebagian badannya sudah dimakan ulat, dan setelah kami bawa dia ke rumah perawatan ia hanya berkata, “Saya telah hidup seperti hewan di jalan, tetapi saya akan mati seperti malaikat, dikasihi dan dipedulikan.”

Lalu, setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah, “Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan” – lalu ia mati.

Begitu indah melihat orang yang dengan jiwa besar tidak mempersalahkan siapapun, tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti malaikat, inilah jiwa yang besar dari orang-orang yang kaya secara rohani sedangkan miskin secara materi.

Jangan kecil hati Bung Kobus. Kukira ananda Limsa Setiana meninggal dengan senyum di wajah mungilnya. Meninggal dalam buaian kasih sang ayah yang amat mencintainya.

Bung Kobus dan Ibu Maria, Limsa tidak pernah pergi. Dia hanya pulang ke rumah Bapanya. Pulang ke “rumah” yang kita semua rindukan. Putri kecil, beristirahatlah dalam damai. (dionbata@poskupang.co.id)

Oleh: patrickseko | Februari 19, 2009

Koperasi, Solusi Entaskan Kemiskinan

Oleh Sipri Seko

DENGAN tersenyum Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya kepada wartawan di ruang VIP Bandara El Tari Kupang, Sabtu (7/2/2009), mengakui, banyak menerima short message service (SMS) dari nomor-nomor yang tidak dikenalnya. “Mereka SMS ke saya dan bilang, Gubernur NTT kok urusannya jalan-jalan saja, apa tidak ada kerjaan lain? Saya hanya tersenyum dan tidak menanggapinya. Saya tahu dari siapa SMS tersebut. Mungkin saja itu dari pejabat-pejabat yang merasa jabatannya sedang terancam karena akan ada mutasi,” ujar Frans Lebu Raya.

Frans Lebu Raya yang berduet dengan Ir. Esthon L Foenay memimpin NTT lima tahun ke depan ini tidak terusik dengan tudingan-tudingan yang dialamatkan kepadanya. Dia mengakui kalau dirinya bersama Esthon Foenay tahu apa yang dilakukan. Jabatan yang diembannya adalah jabatan politik, dan karena sebagai pemimpin yang dipilih secara politis, dia harus selalu dekat dengan rakyat. Dia ingin langsung melihat apa kebutuhan dan keluhan rakyat. Dia ingin langsung melihat, apakah program yang dirancang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan rakyat atau tidak.

Tak heran kalau Frans Lebu Raya berani menyatakan kegembiraannya kalau program menjadikan NTT sebagai Propinsi Jagung dan Koperasi tidaklah salah meski baru memulainya di Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka. “Antusiasme dan respons masyarakat sangat tinggi. Dari Lembata, Flores Timur dan Sikka yang dikunjungi ternyata ada keinginan kuat dari masyarakat untuk menjadi anggota koperasi. Masyarakat sangat terbantu dengan keberadaan koperasi. Mereka dengan mudah mendapatkan uang di koperasi dibanding pinjam di bank. Untuk itu, saya mau ajak seluruh masyarakat NTT untuk terus mengampanyekan pentingnya koperasi,” ujar Frans Lebu Raya.

Sesuai data yang diperoleh dari Kepala Dinas Koperasi dan UKM NTT, Paulus Todung, S.H, di NTT terdapat 1.625 koperasi simpan pinjam, koperasi kredit, koperasi unit desa (KUD) dan lainnya. Namun, yang tumbuh subur adalah koperasi kredit. Di Lembata ada Kopdit Ankara yang asetnya mencapai Rp 29,9 miliar dengan anggota 9.000 lebih. Di Adonara, Flores Timur, ada Kopdit Guru yang memiliki lebih dari 4.000 anggota dengan jumlah pinjaman yang ada pada anggotanya mencapai Rp 7,8 miliar. Kopdit Obor Mas di Maumere-Sikka yang memiliki total aset lebih dari Rp 60 miliar dan menjadi salah satu kopdit terbaik di Indonesia.

Koperasi-koperasi yang tumbuh subur dan berkembang pesat ini ternyata murni dibentuk oleh masyarakat. Kesadaran untuk meningkatkan taraf hidupnya lewat koperasi membuat mereka sangat disiplin dalam pengembalian pinjaman. Hal ini sangat berbeda dengan KUD bentukan pemerintah. “KUD yang ada sekarang ini hidup enggan mati tak mau. Dia ada tapi tidak bisa dibilang mati apalagi berkembang,” ujar Lebu Raya.

Masalahnya ‘sepele,’ dimanjakan dengan bantuan modal dari pemerintah sehingga motivasi dan orientasi untuk mengembangkannya sangat sedikit. Tidak ada kemandirian dan pengurus dan anggotanya karena terus dibantu. Pengurusnya lebih banyak yang hanya menginginkan jabatan dan tambahan penghasilan, sementara anggotanya tidak disiplin dalam pengembalian karena tidak ada sanksi yang akan menjeratnya.

Kondisi yang bertolak belakang ini akan menjadi tantangan kalau duet Frans-Esthon menginginkan NTT menjadi Propinsi Koperasi. Pasalnya, untuk menjadi Propinsi Koperasi harus lebih dari 50 persen kabupaten/kota di NTT sudah menjadi Kabupaten/Kota Koperasi. Untuk menjadi Kabupaten/Kota Koperasi minimal 75 persen koperasi aktif. Tidak hanya sampai di situ. Syarat lainnya adalah, 50 persen dari koperasi yang aktif tersebut adalah koperasi yang berkualitas.

Untuk menjadi koperasi yang berkualitas juga tidak gampang. Tidak boleh ada kredit macet, aset dan omzetnya harus berkembang naik dan lainnya. Untuk mencapainya, kesadaran dan rasa tanggung jawab dari pengurus dan anggota koperasi harus dibangun. Kemandirian harus ada dalam koperasi.

Jalan menuju tujuan tersebut adalah merevitalisasi kembali koperasi-koperasi yang ada. Koperasi yang jatuh bangun harus dikuatkan kembali baik dari sisi modal maupun sumber daya manusia. Pelatihan-pelatihan kepada pengurus koperasi harus sudah dilakukan agar mereka nantinya siap bila diberi modal usaha. Wujud lainnya adalah anggaran untuk penguatan koperasi harus ditingkatkan. Sinergi dan penguatan modal dari kabupaten/kota dan propinsi harus dilakukan.

Tidak gampang! Program NTT Propinsi Kopersai ditelorkan oleh pemerintah propinsi, sementara koperasi ada di kabupaten/kota. Frans Lebu Raya rupanya sadar akan hal itu. Untuk itu dia menginginkan adanya koordinasi program yang harmonis antara pemerintah propinsi dengan kabupaten/kota dalam pengelolaan program tersebut.

“Komunikasi antara propinsi dan kabupaten kota harus kita bangun. Propinsi Koperasi adalah program kita bersama, karena kesejahteraan rakyat adalah tujuannya. Kalau kabupaten dan kota bisa jadi kabupaten dan kota koperasi, maka tekad menjadi NTT sebagai Propinsi Koperasi pasti tercapai,” ujar Frans Lebu Raya ketika berdialog dengan unsur muspida, tokoh agama, masyarakat di Aula Ina Mandiri, Larantuka, akhir pekan lalu.

Keinginan untuk memajukan koperasi di NTT memang patut didukung. Koperasi yang dalam UUD 1945 disebut sebagai soko guru bangsa adalah solusi paling tepat dan murah untuk mengentaskan kemiskinan. Alokasi dana dari APBD Propinsi NTT tahun 2009, sebesar Rp 15 miliar harus dimanfaatkan dengan maksimal. Kemauan masyarakat untuk mandiri sudah mereka buktikan dengan makin maju dan beragamnya koperasi yang mereka dirikan. (bersambung)

Oleh: patrickseko | Februari 18, 2009

Sakit Gula: Makan Jagung!

Oleh Sipri Seko

“JANGAN pernah merasa rendah diri kalau makan jagung. Jagung, sama seperti nasi, memiliki kandungan gizi yang sama. Untuk itu, harus sejak sekarang semua orang biasakan diri untuk makan jagung. Jangan nanti setelah terkena penyakit gula dan dokter menyarankan untuk makan jagung baru terkejut dan mulai belajar makan jagung. Kita memang terbentur dengan citra, merasa rendah kalau makan jagung. Namun, sejak sekarang saya mau tegaskan bahwa yang makan beras belum tentu orang hebat dan mereka yang makan jagung bukan orang yang rendah.”

Kalimat-kalimat ini terus dikatakan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Lembata, Flores Timur dan Sikka. Akhir pekan lalu, Drs. Frans Lebu Raya melakukan kunjungan kerja di tiga daerah tersebut. Ada banyak peristiwa selama perjalanan dari Kupang, Lewoleba, Ile Ape, Adonara, Larantuka hingga Maumere. Ada cerita kala bertemu dan makan dengan petani, kehujanan, dihantam gelombang di Selat Gemuk-Larantuka maupun rintangan dalam perjalanan Larantuka-Maumere akibat tumbangnya pepohonan yang dihantam hujan badai.

Dari semua kenangan selama perjalanan, yang paling berkesan adalah kampanye menjadikan NTT sebagai propinsi jagung dan koperasi yang dilakukan Drs. Frans Lebu Raya. Tak pernah lelah dan putus-putusnya dia menyebut jagung harus menjadi primadona di NTT. Kepada petani, pejabat pemerintahan hingga wartawan, dia terus mengidolakan jagung.

Dia tahu pasti kalau masyarakat NTT sejak nenek moyangnya sudah menjadikan jagung sebagai makanan pokok. Ada kebanggaan dan kebahagiaan yang tersembul dari wajah Frans Lebu Raya ketika melihat hamparan ribuan hektar jagung warga Laranwutun-Ile Ape, Meting Doeng-Larantuka ataupun di Kewapante-Sikka. Dia yakin, upaya dan kampanyenya tidak akan sia-sia.

“Ada potensi, meski masih dikelola secara tradisional. Artinya, kalau teknologi mulai dari pengolahan lahan, menanam, pemeliharaan sampai panen sudah bisa diterapkan, saya yakin NTT akan menjadi penghasil jagung terbesar di Indonesia. Memang baru tiga kabupaten yang dikunjungi, namun ternyata responsnya sangat positif sehingga saya yakin di daerah lainnya pun sama kondisinya,” ujar Lebu Raya.

Motivasi Lebu Raya untuk menjadikan NTT sebagai propinsi jagung ternyata sangat sederhana. Dia ingin mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras sebagai makanan pokok saat ini. Selama ini beras harus didatangkan dari luar, padahal NTT memiliki jagung yang berkelimpahan. Selain itu, jagung menjadi primadona di pasar global, karena selain untuk konsumsi, dunia industri membutuhkan stok jagung yang banyak sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol atau sejenis gas pengganti BBM. Di Indonesia, serapan produksi jagung ke industri bioetanol juga mulai meningkat seiring program energi terbarukan yang dicanangkan pemerintah. Artinya, kalau produksi jagung tidak ditingkatkan, suatu saat perusahaan industri yang menggunakan jagung sebagai bahan baku akan kehabisan.

Lebu Raya mengakui, NTT memiliki potensi jagung cukup besar, namun selama ini hanya habis untuk dimakan. Meski jagung ditanam hanya pada musim hujan saja, itupun hanya sekali setahun, namun jagung tetap berkelimpahan. Sesuai data yang dikeluarkan Pemerintah Propinsi (Pemporp) NTT, pada tahun 2008, luas areal tanaman jagung adalah 297.906 hektar. Luas ini sama dengan tahun 2007, namun meningkat dari sisi produksi. Produktivitas jagung tahun 2008 adalah 26,83 Ku/Ha (meningkat 15,05 persen dari tahun 2007, yakni 23,32 Ku/Ha).

“Harus ditingkatkan lagi. Para penyuluh pertanian harus lebih intensif lagi mendampingi petani. Kelompok-kelompok tani yang ada harus dimaksimalkan dan dimotivasi. Kalau sebelumnya hanya menanam sekali setahun, mereka harus bisa menanam dua atau tiga kali setahun. Atau kalau sebelumnya tidak pakai pupuk, sekarang sudah harus pakai pupuk,” tegas Lebu Raya.

Dengan program Anggur Merah-nya, duet pemimpin NTT, Drs. Frans Lebu Raya dan Ir. Esthon L Foenay, M.Si, memang menginginkan proses pembangunan lebih berpihak pada masyarakat. Porsi untuk rakyat harus lebih besar. Program pembangunan pun diusahakan harus dimulai dari apa yang dimiliki rakyat. Jagung sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat NTT harus menjadi primadona pendapatan.

Tantangan untuk itu akan berat. Membalikkan kebiasaan hanya menanam sekali setahun butuh komitmen dan keseriusan. Kalau masyarakat bisa diperkuat lewat pendampingan agar bisa meningkatkan produksinya, pertanyaan lanjutannya, bagaimana pemasarannya. Ketersediaan pasar tidak hanya soal kemampuan menjangkaunya, tetapi juga kepastian dan kelayakan harga. Petani bisa saja beralih ke tanaman lain, kalau harga jagung kalah bersaing.

Artinya, ketika pasar dan harga ada kepastian, masyarakat tidak akan sukar lagi diajak menanam jagung. Kondisi alam dan keberadaan masyarakat NTT yang terbiasa menanam jagung, akan memudahkan untuk meminta mereka memproduksi jagung.

Untuk itu, diperlukan strategi-strategi untuk memuluskan program menjadikan NTT sebagai lumbung jagung. Koordinasi dan sinergi program antara propinsi dan kabupaten harus diintensifkan. Kalau sebelumnya program propinsi langsung ke sasaran (petani), kali ini harus lewat (diinformasikan) ke kabupaten. Kelompok-kelompok petani harus terus didampingi penyuluh pertanian. Selain itu, modal para petani harus diperkuat.

Ada contoh penguatan terhadap petani. Kalau untuk mengolah lahan seluas satu hektar petani harus menyewa traktor Rp 1 juta, mengapa para petani tersebut tidak dibelikan traktor? Asumsinya, kalau harga sebuah traktor Rp 25 juta, hanya dalam satu musim dengan mengolah 25 hektar saja, modal pembelian traktor sudah kembali. Namun, bantuan itu harus diberikan kepada kelompok tani agar mudah dikontrol.

Pembelian mesin pengolahan jagung yang dilakukan beberapa kabupaten di NTT seharusnya menjadi motivasi untuk terus mengembangkan jagung. “Kalau suatu saat semua orang sudah punya alat pengolah jagung, maka kita akan kehabisan bahan baku. Untuk itu, tingkatkan produktivitas dan jangan merasa rendah kalau makan jagung,” kata Lebu Raya. (bersambung)

Oleh: patrickseko | Februari 13, 2009

Tanggung jawab Mengamankan Pemilu

Oleh Sipri Seko

TAHUN
2009 adalah tahun pemilu (pemilihan umum). Sesuai regulasi, pemilu di Indonesia dibagi dalam dua tahapan, yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden. Untuk pemilu legislatif, hanya sekali digelar, sementara untuk pemilu presiden bisa lebih dari satu kali, tergantung perolehan suara para kandidat.

Sesuai jadwal yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilu legislatif (Pileg) akan digelar tanggal 9 April 2009, sedangkan pemilu presiden (Pilpres) direncanakan awal Juli. Untuk pemilu legislatif, khususnya di NTT, saat ini diusulkan untuk ditinjau ulang tanggal pelaksanaannya. Pasalnya, tanggal tersebut bertepatan dengan rangakaian acara hari raya paskah, yakni Kamis Putih. NTT, dengan mayoritas beragama Kristen Katolik dan Protestan, di waktu tersebut tidak mungkin meninggalkan ritual keagamaannya.

Tapi, hal ini tampaknya tidak perlu dipersoalkan, karena KPU Pusat masih mempertimbangkannya. Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana menyukseskan pemilu. Dengan diikuti 38 partai politik (Parpol), pileg kali ini adalah yang terbanyak pesertanya. Tidak hanya itu, proses pemilihannya pun terbilang cukup rumit. Dengan banyaknya calon anggota legislatif (Caleg) ditambah aturan penandaan antara mencontreng atau mencoblos nama atau partai, maka pileg di Indonesia kali ini disebut-sebut paling rumit di dunia.

Untuk pemilu presiden, sesuai analisa mungkin hanya akan ada empat paket yang ikut, namun ini beda dengan pileg yang ukuran kertasnya lebih lebar dan panjang dari ukuran kertas harian Kompas. Sesuai simulasi di beberapa tempat, seorang pemilih mulai dari membuka kertas suara sampai mencontreng atau mencoblos paling sedikit membutuhkan waktu tujuh menit. Untuk membuka dan melipat surat suara saja harus lima kali.

Di sini perlu sosialisasi terus menerus dari partai politik dan KPU, terutama kepada pemilih pemula dan pemilih di pedesaan terutama yang masih buta huruf. Tidak sampai di situ. Proses penghitungan suara yang baru akan dimulai pukul 14.00 waktu setempat, diperkirakan baru akan selesai hingga larut malam. Di sini bisa saja akan terjadi kecurangan-kecurangan yang bisa menimbulkan konflik.

Komitmen kita bersama untuk menyukseskan pemilu tentu sangat diperlukan. Pemilih, panitia, parpol dan aparat keamanan sama-sama bertanggung jawab mengamankan pemilu. Keseriusan untuk itu telah ditunjukkan aparat kepolisian dari Polda NTT dengan melakukan latihan-latihan pengamanan.

Dalam simulasi di Arena Fatululi, Sabtu (7/2/2009), diperagakan bagaimana kepolisian di NTT mengamankan aksi unjuk rasa, di mana salah seorang peserta unjuk rasa hendak menikam calon presiden yang sedang berkampanye. Simuasi yang disaksikan langsung Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon Foenay, M.Si, Kapolda NTT, Brigjen Polisi Antonius Bambang Suedi, Danlanud El Tari, Letkol (Pnb) Ferdi Roring, Kasiop Korem 161/Wirasakti, Letkol (Inf) Aminudin, Ketua Panwaslu NTT, Dominggus Osa, dan Ketua KPUD Kota Kupang, Daniel Ratu, serta para perwira Polda NTT berlangsung sukses.

Polisi, sebagai aparat keamanan yang mendapat bahagian biaya dari negara untuk pengamanan pemilu memang memegang peranan penting dalam kesuksesan pileg dan pilpres. Mereka tidak hanya mengamankan atau melumpuhkan perusuh atau pengacau jalannya pemilu tapi mereka juga harus mengawasi proses pencontrengan agar tidak terjadi kecurangan. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan.

Untuk itu, aparat kepolisian jangan hanya diajari bagaimana melumpuhkan perusuh atau pengacau, tapi juga harus tahu regulasi-regulasi tentang pileg dan pilpres. Dia harus tahu kapan waktu contreng, seperti apa sahnya pencontrengan, proses penghitungan suara dan regulasi lainnya.

Dengan mengetahui regulasi-regulasi pileg dan pilpres, aparat kepolisian akan tahu saat mana bertindak. Dia mengawasi bukan saja saat pencontrengan dan penghitungan suara, tapi dia harus tahu alur logistik pemilu mulai dari pendropingan, tiba di tempat pemungutan suara (TPS) hingga kembali ke Sekretariat KPU. Pengetahuan-pengetahuan ini tidak bisa dianggap sepele, karena hanya dengan bermodalkan pakaian seragam saja, tidak cukup untuk bisa mengatakan bahwa polisi akan sanggup mengamankan pemilu.

Harapan agar pemilu berlangsung sukses harus ada dalam diri kita. Sebagai warga negara yang baik dan menghargai demokrasi secara total, kita tentu tidak ingin bangsa yang menganut bhineka tunggal ika ini tidak terpecah-pecah. *

Oleh: patrickseko | Januari 28, 2009

Luapkan Gairah Seks Anda Lewat Surat!

ADA beberapa teknik untuk mengembalikan dan meluapkan gairah seksual yang anda miliki. Salah satunya dengan menulis surat seks kepada pasangan Anda. Teknik ini menurut penulis Mars and Venus in The Bedroom, John Gray, Ph.D, bisa membantu Anda baik saat berjauhan dengan pasangan atau saat berdekatan.

Sensasi yang ditimbulkannya akan berbeda sekali dengan teknik lainnya.

Rasakanlah suasana hati yang sedang bergairah itu dan bayangkanlah tentang sebuah adegan romantis saat perasaan seksual Anda timbul terhadap pasangan Anda. Gambarkanlah suasana dan gairah itu dalam surat Anda kepada pasangan seolah-olah hal tersebut benar-benar terjadi. Gunakan seluruh imajinasi Anda dan buatlah sedemikian rupa sehingga getar energi seksual yang Anda rasakan, nantinya juga bisa dirasakan oleh pasangan Anda.

Anda tidak perlu ragu-ragu mengungkapkannya, sekalipun Anda tidak terbiasa menulis. Rileks saja, dan dengan spontan tuangkan fantasi itu dalam tulisan. Tidak perlu risau dengan urutan bahasa yang Anda gunakan. Kalau sudah selesai, baca kembali surat itu. Bila belum menggetarkan benar, tidak perlu risau. Yang jelas, gairah dan energi Anda sudah tersalur lewat surat itu.

Cara yang sama juga bisa Anda lakukan saat sedang berdekatan dengan pasangan. Surat seperti ini bisa membantu menentramkan hati dan gairah Anda yang bergejolak. Surat romantis ini bakal kembali meluapkan gejolak yang nyaris padam entah akibat kelelahan atau pikiran Anda sedang tertambat pada hal lain yang butuh perhatian seperti pekerjaan misalnya. Buatlah surat yang nakal dan menggelitik. Surat erotis ini dijamin akan menambah eratnya hubungan Anda dengan pasangan. Tidak percaya? Buktikan saja sendiri!

Oleh: patrickseko | Januari 28, 2009

Bersinar di Kantor

SUKSES berkarier tak cukup hanya mematuhi deadline atau pun datang on time. Anda perlu menguasai kualitas seorang bintang.

Para high flyers alias ‘karyawan bintang’ adalah future leader, yang memang sangat dibutuhkan oleh perusahaan, karena sangat menentukan masa depan perusahaan. Nama mereka terpatri dalam succession plan perusahaan dan mendapatkan perhatian utama dalam program career management.

Menggiurkan, ya? Anda juga bisa kok mengubah diri dari karyawan biasa menjadi karyawan ‘bintang’. Tentu performa Anda harus sangat memuaskan untuk bisa menyandangkan predikat ini. Meski tak mudah, ada banyak hal yang bisa Anda Iakukan. Antara lain:

1. Kenali Perusahaan

Sebagai karyawan, memang tugas kita tidak hanya hanya duduk bekerja dan menerima gaji saja. Sudah semestinya kita juga mengetahui banyak hal tentang perusahaan. Bahkan jika perlu jadilah orang yang paling memahami seluk beluk perusahaan.

Anda bisa memulai dengan mencari informasi selengkapnya tentang tempat kerja, siapa yang dapat dipercaya dan yang sebaiknya dihindari, serta bagaimana mengatur kompetisi dalam organisasi. Buka mata dan ketahui semuanya. Apa pandangan atasan dan rekan kerja senior mengenai hal-hal yang sedang terjadi dan bagaimana menyikapinya.

2. Gaul lintas divisi

Dalam bekerja, Anda memang sebaiknya membangun relationship dengan orang sebanyak mungkin dalam lingkup pekerjaan Anda. Namun, membangun hubungan kerjasama ini tentu bukan hanya dengan rekan se-departemen, tapi juga lintas divisi. Dengan begitu, Anda akan dikenal luas sebagai figur karyawan yang supel.

Kesan baik dan pergaulan luas bisa membuka kesempatan Anda mendapat promosi di masa depan atau mendapat kenaikan gaji. Dan, bila kelak Anda ditunjuk mengepalai suatu proyek, menjadi team-leader atau memimpin suatu unit kerja, luasnya pergaulan akan memudahkan Anda memilih orang-orang yang memang capable atau mampu dalam pekerjaan mereka.

3. Get network

Memiliki jaringan koneksi ke perusahaan atau instansi lain pasti akan membuat profil Anda di mata rekan-rekan menjadi tinggi. Anda bisa menjadi orang yang paling diandalkan karena mengetahui perkembangan dunia di luar perusahaan. Dengan memiliki jaringan yang luas, Anda juga akan semakin dikenal dan dianggap memiliki kredibilitas. Selain itu, secara tidak langsung Anda akan dianggap sebagai juru bicara tidak resmi perusahaan oleh orang lain. Tentu hal ini akan makin menunjukkan kemampuan leadership Anda di mata atasan, rekan kerja dan klien.

4. Kuasai Teknologi

Anda juga perlu melihat sesuatu dengan cara lebih luas ataupun lewat cara berpikir orang lain. Jadi, hindari melihat sesuatu hanya dari sudut pandang sendiri. Salah satu ciri orang berpikiran luas adalah selalu menambah wawasan di luar spesialisasi dan mempelajari hal-hal baru.

Apalagi saat ini berlaku tren baru di dunia bisnis. Siapa yang menguasai teknologi, dialah yang menguasai dunia. Menjadi orang yang gemar belajar akan menjadi nilai lebih bagi Anda. Bisa lebih dulu menguasai salah satu kemajuan teknologi, seperti program-program komputer yang banyak beredar saat ini, juga akan membuat profil Anda semakin tinggi di mata rekan kerja.

5. Berani ambil resiko

Membangun dasar yang kokoh ketika memulai pekerjaan atau menyampaikan gagasan akan memberi kesan baik kepada rekan, bos, dan klien. Itu sebabnya, inisiatif akan menjadi langkah utama Anda menjadi bintang. Untuk menunjukkan inisiatif, Anda perlu empat poin, melakukan hal di luar deskripsi kerja, membantu rekan lain, berani mengambil risiko dan bekerja sampai tuntas.

Dan, dalam bekerja, tugas sulit yang bisa membuat para karyawan enggan dipilih sebagai project officer akan selalu ada. Cermati baik-baik. lni bisa menjadi tiket utama Anda meraih kesempatan. Jangan takut gagal. Meski akhirnya pekerjaan itu hanya selesai setengah, nama Anda akan dikenal sebagai orang yang berani mengambil risiko dan mau bekerja keras.

6. Be team leader

Para bintang dalam suatu pekerjaan memang memiliki kemampuan memersatukan orang untuk menyelesaikan pekerjaan. Namun, bukan dengan ancaman memecat, iming-iming kenaikan gaji atau memberi jabatan. Pemimpin yang baik hanya mengandalkan tiga komponen yaitu pengetahuan, kemampuan membawa energi ke tempat kerja dan lingkungan, serta selalu memberikan perhatian pada setiap orang dalam timnya. Nah, sudahkan tiga komponen ini Anda miliki?

7. Komunikator yang baik

Satu hal yang tak boleh dilupakan. High flyers adalah ahli komunikasi yang hebat. Mereka tahu bagaimana cara membentuk percakapan, membatasinya dan menarik perhatian orang. So, gunakanlah bahasa yang tepat dengan pendengar yang tepat pada waktu yang tepat.

Semoga ‘bintang’ Anda makin bersinar!

Older Posts »

Kategori